“ Rin!!!! Buruan!!! ”
“ Iya bentar, ah! Lagian ngebet amat sih jam segini uda mau berangkat…”
“ Gila lo ???!!! jam segini? Liat nih! Uda jam tujuh lebih lima lima belas ! Ayo buruan!!!” perintah Naura di sebelahku sambil menunjukkan jam yang melekat manis di tangan kirinya. Dan ternyata jamnya memang sudah mepet!
“ Bi!!! Kita berangkat ya!!!” teriakku seraya menancapkan gas mobil yang biasa kupakai ke sekolah bersama teman sedari kecilku, Naura. Entah kami memang jodoh atau... entahlah! Percaya atau tidak, semenjak kelas 5 SD aku dengan si bawel ini sekelas terus. Namun, kami menjadi sedekat ini semenjak 1 SMP. Kerendahan hati membuatku betah berteman selama bertahun-tahun dengannya. Harta yang melimpah di depan mata, tidak lantas membuatnya sombong, seperti kebanyakan anak remaja lainnya. Apalagi dengan hidup di kota sebesar ini.
“ Sialan!!!”pekik Naura tiba-tiba. Untung saja aku tak punya penyakit kronis seperti jantung. Kalau iya, mungkin sekarang aku sudah wassalam.
“ Heh! Sialan lo!” balasku tak mau kalah.
“ Ha???” wah gawat. Budeknya kumat.
“ Gue bilang sialan lo!”
“ Lho? Kok gue yang sialan?” tanyanya kebingungan. Kadangkala melihat raut muka sahabatku ini rasanya ingin ngakak habis-habisan.
“ Gue nanya balik. Kenapa lo tiba-tiba triak gak jelas gitu?”
“ Ini nih, liat! Jam Gucci baru….!!! Gak tahan gue.” kulirik sesaat catalog yang dipegangnya. Wah, iya. Memang manis dilihat. Apalagi kalau dipakai di kulit yang bersinar seperti yang dimiliki oleh Naura.
“Yaudah pesen aja langsung. Anak kelas lain kan banyak yang jadi member, kan? Di sana aja. Biar mesennya gak ribet.”
“ Alah… jauh-jauh amat. Tante gue agen langsung kaleee. Jadi kalo langsung mesen dapet diskon juga deeh. Hahaha…” tawanya puas. Tuh, kan. Kubilang juga apa. Walau ayahnya mempunyai restoran yang membuka cabang di kota-kota besar, jalan pikiran Naura sama seperti remaja-remaja lain yang kehidupannya sederhana. Dari situlah juga aku sering belajar banyak darinya.
☺☺☺☺☺
Bel pertanda istirahat pertama telah berdering 5 menit yang lalu. Kantin? Enggak usah ditanya deh! Seperti pasar yang biasa Bi Isah datangi untuk belanja keperluan sehari-hari, tapi ini bedanya pasar versi bersih. Seperti mall. Sekolahku memang bisa dibilang sekolah elite, tidak memungkiri karena ayahku yang merupakan pejabat setempat. Eittsss! Jangan salah kaprah dulu setelah mendengar pekerjaan ayahku, ya. Ayahku pejabat bersih kok. Hehe. Sekarang aku tengah sibuk mencari si bawel itu. Ternyata siapa yang kucari tak sejalan dengan siapa yang kutemukan.
“Cewek…” godanya. Anak ini, kebiasaan sekali deh. Enggak tau situasi apa ya. udah tau rame kayakgini sempet-sempetnya juga godain pacar sendiri.
“ Kamu ya! enggak liat rame begini? Pake senyum-senyum segala lagi…” enggak muna’ juga. Aku pun senyum-senyum di dalam hati melihat lesung pipit yang menghiasi wajahnya yang ‘wow’ itu. Tapi boro-boro senyum deh! Sumpek-sumpek gini ngobrol aja rasanya aku malas.
“Hei, hei… santai dong… emang kamu nyari siapa sih? Kok celingukan gitu?” tanyanya santai sambil merangkulku. Dan mengikuti arah mataku.
“Liat si bawel?”
“Eh? Di mana, ya?? Aku tadi liat kok. Ah! Itu dia!” si cakep ini langsung menunjuk ke arah stand bakso di seberang sana. Wah, anak itu rela banget ngantre demi bakso. Tumben.
“Naura!!!” satu kali. Teriakanku tidak didengar. “NAURA!!!” dua kali. Dengan nada yang sudah kunaikkan dua oktaf. Yang dipanggil tidak ada reksi. “NAU…”
“NAURA!!!!!!!!” teriak cowok yang merangkulku ini. Sontak membuat beberapa-atau bahkan hampir semua- siswa menoleh ke arah kami berdua. Bikin malu aja ni anak. Mana rasanya kupingku mau copot deh.